Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (H.R Muslim) -Riyadhus Shalihin Kitabul Ilmi Al Imam An Nawawi-

Recent Posts

PSB 2013

Penerimaan Santri Baru PESMA Al Mukmin 2013.

Rihlah Dakwah

Rekreasi seusai Idul Adha 1433 H

Outbond Santri TPQ Al Haromain 2013

Outbond Santri TPQ Al Haromain di Bedengan, Kecamatan Dau, Malang

Manasik Haji 1433 H

Sebagai praktek pembelajaran dan penghormatan untuk ibadah jamaah Haji di Tanah Suci.

Gedung Pesantren Mahasiswa Al Mukmin

Jalan Mandalawangi 9 Malang Telp. 0341-561954

Rabu, 16 Mei 2018

PENERIMAAN SANTRI BARU 2018


Selasa, 31 Mei 2016

PENERIMAAN SANTRI BARU

JADWAL PENERIMAAN SANTRI BARU PESMA AL-MUKMIN TAHUN AJARAN 2016

Pendaftaran : 1 Juni - 21 Agustus 2016
Wawancara : 22 Agustus 2016
Orientasi Santri Baru : 26-28 Agustus 2016

Persyaratan Umum
1. Mahasiswa putra maksimal semester 3
2. Niat mondok dan khidmah

Persyaratan Adminstrasi
1. Mengisi formulir pendaftaran dan meterai
2. Membayar biaya pendaftaran Rp 75.000
3. Menyerahkan surat  pernyataan kesediaan orang tua dan meterai
4. Menyerahkan fotokopi Ijazah SMA/MA dan Nilai UN
5. Menyerahkan pas foto ukuran 4x6 sebanyak 3 lembar

Sekretariat: Jl. Mandalawangi 9 Malang Telp. 0341-5071048 / HP. 085606721784







Rabu, 24 Desember 2014

Kemuliaan Wajah Rasulullah Saw dan wajah Nabiyullah Yusuf 'Alaihissalam

Abuya As Sayyid Muhammad bin 'Alawy Al Maliki menjelaskan tentang perbedaan wajah Nabiyullah Yusuf As dengan wajah Nabi Muhammad Saw.

Sebagaimana dahulu di Zaman Nabi Yusuf As banyak para wanita tergila gila padanya, bahkan sampe ada yang memotong jari-jarinya karena indahnya melihat wajah nabiyullah Yusuf As,
"Ketika perempuan-perempuan itu melihatnya , mereka terpesona kepada (keelokan rupanya) dan mereka (tanpa sadar) melukai tangannya sendiri, seraya berkata: "Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia, sungguh ini adalah malaikat yang sempurna" (QS.Yusuf: 31)
Maka berkatalah abuya As Sayyid Muhammad bin 'Alawi Al Maliki, menukil salah satu riwayat sahabat nabi, "bahwa Allah tidak menampakkan keindahan wajah Rasulullah Saw secara keseluruhan di muka bumi ini, hanya 1 keindahan saja dari 10 bagian yang diperlihatkan.
jika seandainya yang 9 bagian itu ditampakkan juga maka orang-orang akan mengiris hatinya tanpa terasa karena indahnya wajah Nabi Muhammad Saw.
ٍNabi Muhammad Saw dan Nabi Yusuf As keduanya mendapatkan keistimewaan ketampanan yang masyhur dan luar biasa.
Namun Nabi Muhammad Saw memiliki sebuah kelebihan yang tidak dimiliki oleh Nabi Yusuf As yaitu al Haibah al Jalaliyah wa Dlou-un Nuroniyah.Haibah yang tidak di miliki oleh Nabi Yusuf As ini membuat ketampanannya menghipnotis para wanita dan digandrungi banyak orang.Haibah yang tidak dimiliki Nabi Yusuf As ini juga menyebabkan kakak-kakaknya mendengki padanya dan berusaha mencelakainya.

al Haibah al Jalaliyah yang dimiliki Nabi Muhammad Saw menjadikan kewibawaannya lebih mendominasi daripada ketampanannya, hingga tak seorangpun wanita berani menatapnya karena rasa hormat kepadanya, apalagi tergila-gila seperti yang dilakukan tuan putri Zulaiha pada Nabi Yusuf As
Rasulullah Saw juga memiliki Dlou-un Nuroniyah (cahaya yang menerangi)

Dikisahkan suatu saat isteri nabi muhammad Saw menjahit baju, tiba-tiba lampunya mati, karena saking terkejutnya jarum yang digunakan menjahit itu terlempar entah kemana. Ketika Nabi muhammad Saw keluar dan bertanya padanya "ada apakah gerangan?"
Seketika itu isteri nabi Saw melihat cahaya dari tubuh Nabi Saw hingga jarum yang terlempar itu bisa terlihat.. "Subhanallah"

****
Berikut pemaparan dari para sahabat Rasulullah saw tentang "Penampilan dan Ketampanan Rasulullah Saw" :

• Al Imam Ghazali. Menjelaskan dalam "Ihya Ulum-Id-Din: " Rasulullah saw. memiliki jasmani yang tampan. Sebagian para sahabat menyatakan senyuman beliau seindah bulan purnama.
Hidungnya tipis. wajahnya halus. janggutnya tebal. lehernya indah. jika cahaya matahari menyinari lehernya, hal itu tampak seperti campuran antara perak dan emas. bagian diantara pundaknya begitu lebar".
Sayyidina Anas bin Malik Ra berkata. "Rasulullah, tidak terlalu tinggi atau pendek. beliau tidak pucat pasi atau pun gelap..tidak memiliki rambut keriting atau pun lurus..
Shamaa-il Tirmidhi Ra : "Rasulullah saw, begitu bersih, rapi, indah dan tampan".
Sayyidina Bara' bin Azib Ra berkata: "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih tampan daripada Rasulullah saw. Rambut beliau panjang sampai ke pundaknya. Bagian di antara pundaknya begitu lebar. Beliau tidak terlalu tinggi ataupun pendek ".
Sayyidina brahim bin Muhammad Ra berkata: "Ketika Sayyidina Ali bin abi thalib Krw menggambarkan Rasulullah saw, ia berkata, "Beliau Saw tidak terlalu tinggi atau pendek, melainkan seorang pria dengan tinggi sedang. Rambut beliau tidaklah keriting ataupun bergelombang namun paduan daripadanya. Kulit beliau agak putih kemerahan. Beliau memiliki bagian mata yang hitam dan bulu mata yang panjang. Beliau memiliki bagian yang menonjol dari tulang belikatnya. Diantara pundak beliau terdapat tanda kenabian. Beliau memiliki dada yang paling sempurna dibanding orang lain. Bliau Memiliki perangai yang lemah lembut dan silsilah yang paling mulia. Mereka yang melihatnya langsung berdiri dengan perasaan kagum kepadanya dan mereka yang berkenalan langsung mencintainya. Mereka menggambarkan beliau mengatakan bahwa mereka belum pernah melihat seorang pun seperti beliau dulu ataupun setelahnya ".
Sayyidina Hasan Ra berkata: "Beliau Saw memiliki kualitas dan penampilan yang sempurna; yang lain juga menghargainya begitu tinggi. Wajahnya yang penuh berkah bersinar seperti bulan purnama. Beliau lebih tinggi daripada pria yang tinggi. Rambutnya Saw ikal. Jika rambutnya terbelah tanpa sengaja, beliau akan membiarkannya saja, kalau tidak, maka beliau tidak membuatnya menjadi terbelah di tengah. Rasulullah saw memilki corak kulit yang berkilauan dan dahi yang lebar. Alis beliau begitu tebal dan rapi. Leher beliau begitu indah dan tipis, seperti patung yang terpahat dengan rapi. Warna kulitnya begitu jelas, bersinar dan indah laksana perak. Seluruh bagian tubuhnya memiliki ukuran yang sempurna. Tubuh beliau tersusun dengan sempurnanya..".

"Subhanallah"
Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah
Allahumma sholli wa sallim wa baarik alaa Sayyidina Muhamad wa alaa alihi wa shohbih.

kelak wajah itu akan diperlihatkan kepada umat manusia di telaga Haudh, di hari Qiyamat.
Semoga kita Semua diizinkan memandang wajah yang indah itu, amiin ya rabbal alamin..
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد خاتم الأنبياء و المرسلين وحبيب رب العالمين وقائد الغُرِّ المُحجلِّين وشفيع المذنبين وصاحب المقام المحمود الذي تميز به عن جميع الأولين والآخرين صاحب الحوض والكوثر الذي يورى منه الواردين .


Naziem Hadromi

Jumat, 21 November 2014

Ummu Sulaim binti Milhan : Berparfum Keringat Rasulullah Saw

Ummu Sulaim, sebuah nama yang akrab di telinga kaum muslimin. Beliau adalah figur seorang wanita tabah dan pemberani. Ghumaisho’ atau Rumaisho’, begitulah nama aslinya. Putri Milhan ini pernah menikah dengan Malik bin Nadhr, dari pernikahan itu terlahir seorang putra bernama Anas bin Malik Ra, sahabat yang menjadi pembantu Rasulullah Saw. Status sebagai seorang janda melekat pada Ummu Sulaim setelah sang suami meninggal dunia saat Anas masih kecil. Meski berstatus janda, ternyata kharisma Ummu Sulaim mampu mengikat dan menawan hati seorang non-muslim bernama Abu Tholhah. Lamaran pun diajukan oleh Abu Tholhah. Tetapi Ummu Sulaim tidak serta merta menerimanya, dia berkata, “Wahai Abu Tholhah, apakah anda tidak mengerti bahwa tuhan yang anda sembah itu adalah kayu yang tumbuh dari dalam tanah yang kemudian diukir oleh seorang sahaya kalian?, sejujurnya wahai Abu Tholhah, saya juga suka kepada anda, sebab tidak sepantasnya lelaki seperti anda ditolak lamarannya, sayang anda seorang kafir sedang saya seorang muslimah, jika anda mau masuk Islam maka saya tak akan meminta mas kawin selain itu”.
Mendengar jawaban ini, Abu Tholhah berkata, “Berikan waktu kepadaku untuk mempertimbangkan hal ini!”. Selang beberapa hari, Abu Tholhah datang dan berkata di hadapan Ummu Sulaim: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah”. Setelah syahadat selesai, Ummu Sulaim segera berkata kepada putranya yang sekaligus menjadi walinya, “Wahai Anas kawinkanlah Abu Tholhah”.
Dalam menjalani kehidupan ruma tangga bersama Abu Tholhah, terjadilah kisah yang menakjubkan hati siapa saja yang mendengarnya. Sebuah kisah ketabahan dan ketegaran wanita dalam menghadapi kematian buah hatinya.


Ketika anak semata wayang itu sakit, Abu Tholhah pamit keluar untuk sebuah urusan, tetapi di saat Abu Tholhah sedang tidak berada di rumah itulah, justru sang anak meninggal dunia. Menerima kenyataan pahit ini, keteguhan Ummu Sulaim benar-benar teruji. Kepada keluarganya ia malah berpesan, “tolong jangan ada siapapun yang memberitahukan kematian bocah ini kepada Abu Tholhah, biar saya sendiri yang akan memberitahukan kepadanya”. Pada permulaan malam, Abu Tholhah datang. Kedatangan sang suami segera disambut oleh Ummu Sulaim dengan menyuguhkan makan malam. Setelah suaminya selesai menikmati makan malam, Ummu Sulaim pun segera menyuguhkan dirinya kepada suami. Tentu saja suguhan itu tidak disia-siakan oleh Abu Tholhah, sebab suguhan itu berupa istri yang telah menghias diri sebaik-baiknya demi menyenangkan suami.

Melihat sang suami telah selesai menikmati dirinya, Ummu Sulaim segera bertanya, “wahai Abu Tholhah bagaimana pendapat anda jika ada seorang yang menitipkan barangnya kepada orang lain, kemudian orang itu ingin mengambil barangnya yang telah dititipkan, apakah orang lain tersebut boleh tidak memberikannya?” Abu Tholhah menjawab, “Tidak boleh, titipan harus dikembalikan kepada pemiliknya. Dengan lemah lembut, Ummu Sulaim pun berkata, kalau begitu bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah, relakanlah putera anda yang telah diambil oleh Allah”. Kata-kata ini sangat membuat terkejut Abu Tholhah. “Kenapa baru kamu kabarkan tentang kematian anakku setelah aku melakukan semua ini?” gerutu Abu Tholhah. Lalu Abu Tholhah berangkat menghadap Rasulullah Saw. Belum sampai Abu Tholhah berkata, Rasulullah Saw bersabda “semoga Allah memberikan berkah pada malam kalian berdua”. Doa Rasulullah Saw. ini pun menjadi kenyataan, dari hubungan intim di malam tersebut, Ummu Sulaim melahirkan seorang putra lagi bernama Abdullah, dan dari Abdullah ini terlahir pula Sembilan putra yang semuanya hafal Al-Quran.

Wanita yang tabah sekaligus sangat pemberani, ungkapan ini sangat sesuai bagi seorang Ummu Sulaim, sebab kendati seorang  wanita, beliau juga pernah turut ambil bagian dalam beberapa peperangan; di antaranya perang Uhud. Anas puteranya sendiri bercerita, “Pada perang Uhud aku melihat Ummu Sulaim dan Aisyah Ra, sibuk mengasuh air dan memberikan minum kepada pasukan Islam. Memanggul senjata, rasanya risih bagi Ummu Sulaim, pada perang Hunain beliau tidak pernah melepaskan parang dari genggaman hingga sang suami yaitu Abu Tholhah datang kepada Rasulullah Saw dan mengatakan, “wahai Rasulullah, lihatlah apa yang dibawa oleh Ummu Sulaim, dia selalu membawa parang tersebut”. Akhirnya Rasulullah Saw menghampiri dan bertanya, “Wahai Ummu Sulaim, apa yang kamu hendak lakukan dengan parang ini?” Ummu Sulaim dengan tegas menjawab, “Jika seorang musuh yang datang maka saya akan menusuknya dengan parang ini.” Wanita yang agung juga sangat pantas disematkan pada Ummu Sulaim. Dalam lintasan sejarah, Rasulullah Saw, selain di rumah para isteri beliau, tidak pernah memasuki rumah siapapun dari penduduk Madinah kecuali rumah Ummu Sulaim. Ditanya mengenai ini, Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya aku sangat mengasihinya, sebab saudara lelakinya terbunuh bersamaku” (Muttafaq ‘Alaihi). Saudara yang dimaksud adalah Harom bin Milhan yang gugur sebagai seorang syahid dalam peristiwa Bi’ru Ma’unah. Keagungan Ummu Sulaim juga tergambar jelas dalam sabda Nabi Saw, “Sesungguhnya aku memasuki surga, lalu aku mendengar ada suara langka berjalan di depanku, ternyata itu adalah Ghumaisho’ ibu Anas bin Malik.” (H.R. Muslim).

Hal penting yang perlu dicatat dan selalu diingat dari Ummu Sulaim adalah kecintaanya kepada Rasulullah Saw serta keinginannya yang selalu membara untuk mendapatkan berkah manusia yang paling utama tersebut. Salah satu yang pernah dilakukan oleh Ummu Sulaim untuk menyalurkan keinginan ini adalah dengan menggunakan keringat Rasulullah Saw sebagai parfum. Anas Ra berkisah, “Pada suatu kesempatan Rasulullah Saw datang kepada Ummu Sulaim, tuan rumah segera menggelar sebuah alas dari kulit (nitho’) dan sang tamu pun segera tidur siang beralaskan dari kulit tersebut. Dari sinilah kemudian Ummu Sulaim mengumpulkan keringat Rasulullah Saw dan menggunkakannya sebagai parfum” (H.R. Muttafaq ‘Alaihi)
Wallahu a’lam bis showab



Jumat, 17 Oktober 2014

Nasehat Empat Permata

Diawali dari sebuah hadits Rasulullah Saw dalam kitab Nashaihul 'Ibad:

قال  رسول الله صلى الله عليه و سلم : اربعة جواهر في جسم بني آدم يزيلها أربعة أشياء ..أما الجواهر : فالعقل، و الدين، و الحياء،  والعمل الصالح، فالغضب يزيل

العقل،  والحسد يزيل الدين، و الطمع يزيل الحياء، و الغيبة تزيل العمل الصال

Rasulullah saw bersabda: "Ada empat pemata dalam tubuh manusia yang dapat hilang sebab empat hal. Empat permata itu ialah: 1) akal, 2) agama, 3) sifat malu, 4) amala shalih.
Marah-marah (ghadlab) dapat menhilangkan agama, iri dan dengki (hasud) akan menghilangkan agama, serakah (thama') akan menghilangkan sifat malu, dan menggunjing (ghibah) akan menghilangkan amal shalih
." (Kitab Nashaihul Ibad, al-Hidayah, Surabaya: 25)

  
AKAL dan GHADLAB
AKAL
Makhluk Allah diciptakan dengan berbagai macam tingkatan.
1.Malaikat
Malaikat diciptakan Allah hanya memiliki akal, tidak memiliki nafsu dan syahwa. Sehingga perjalanan hidupnya merupakan makrifat Allah dan Ibadah kepada-Nya. Mereka selalu melakukan semua yang diperintahkan Allah dan tidak pernah mendurhakai-Nya.


2.Hewan
Hewan diciptakan Allah hanya memiliki syahwat, sehingga hidupnya hanya sebatas mengikuti keinginan syahwatnya, seperti: makan, minum, dan lain-lain.


3.Syaithan
Syaithan diciptakan Allah hanya memiliki nafsu, sehingga sepanjang hidupnya ia selalu durhaka kepada kepada Allah mengingkari kenikmatan-Nya, tidak mentaati-Nya, hingga berani melawan kehendak-Nya. Disamping tersesat, syaithan juga selalu ingin menyesatkan dan menggoda manusia sekuat tenaga sehingga tidak merasa puas sebelum manusia terjerumus dalam lembah kesesatan, kezhaliman, bahkan kemusyrikan.


Manusia diciptakan Allah memiliki akal, nafsu dan syahwat. Jika diri manusia didominasi oleh akal maka derajatnya akan meningkat seperti malakikat, perjalanan hidupnya seperti perjalanan kehidupan malaikat dan beribadah kepada-Nya. Jika diri manusia dikuasai syahwatnya maka kehidupannya akan seperti kehidupan hewan. Jika diri manusia terpengaruh dengan nafsunya, maka perilakunya seperti syaithan (tersesat dan menyesatkan). Ketika akal manusia dapat menaklukkan nafsunya maka ia akan mendapatkan gelar muttaqin (orang yang bertakwa).

Diriwayatkan dari 'Amr bin Ka'ab dan Abu Hurairah RA bahwasannya merka berdua menghadap kepada Nabi Saw seraya bertanya,
"Siapakah orang yang paling alim?"
"Orang yang berakal", Jawab nabi.
"Siapakah orang yang paling ahli beribadah?", Tanya mereka berdua.
"Orang yang berakal", Jawab nabi
"Siapakah orang yang paling utama?", Tanya mereka lagi.
Nabi Saw menjawab, "Orang yang berakal, setiap sesuatu mempunyai alat, dan alat orang mu'min adalah akal. Setiap kaum memiliki puncak dan puncak para hamba adalah akal".

GHADLAB (MARAH)


Akal yang sangat hebat sebagaimana keterangan di atas akan hilang jika manusia memikili kebiasaan marah. Rasulullah Saw bersabda:


اَلْغََضَبُ يَزِيلُ العَقْل
"Marah dapat menghilangkan akal"

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَاراً، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ [رواه البخاري]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Berilah wasiat kepadaku”. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah engkau marah”. Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda beliau: “Janganlah engkau marah”.(HR. Imam Bukhari)

AGAMA DAN HASUD

AGAMA
 
Yang dimaksud di sini adalah agama Islam, bukan selainnya, karena Allah telah memilih untuk manusia agama yang diridlai, yaitu agama Islam.


إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإِسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ 

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya"

Agama Islam memiliki tiga amalan:
(1) Islam, (2) Iman, (3) Ihsan.
Dengan kata lain, amalan syariat, amalan thariqat, dan amalan haqiqat.
 
HASUD (IRI DAN DENGKI)
Agama akan hilang karena sifat hasud.
Dari Abu Hurairah Ra, Nabi Saw bersabda :
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

"Hindarilah sifat hasud karena sesungguhnya sifat hasud itu merusakkan amal kebajikan sebagaimana api memakan kayu bakar" (HR. Imam Abu Daud)

MALU DAN THAMA'
HAYA' (MALU)

Sifat malu akan membawa pada kebaikan, artinya merasa malu melakukan apapun yang telah dilarang oleh Allah dan merasa malu jika mengabaikan apapun yang diperintah Allah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

اَلْـحَيَاءُ لاَ يَأْتِيْ إِلاَّ بِخَيْـرٍ.
Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” (Muttafaq ‘alaihi)

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

اَلْـحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ.
“Malu itu kebaikan seluruhnya.”
 
THAMA' (SERAKAH)

Sifat haya' yang utama seperti keterangan di atas akan hilang jika seseorang mempunyai sifat thama'. Diantara dalil yang menerangkan thama' :

Minggu, 13 Juli 2014

Isyarat Kewafatan Abuya As-Sayyid Muhammad Al-Maliki

 Detik-detik Kewafatan Abuya As-Sayyid Muhammad Al-Maliki

Al-Habib Hamid bin Zaid pernah menempuh pendidikan di Pesantren Darul Mustafa (Hadramaut Yaman) dan telah menikah dengan adik perempuan istri Sayyid Muhammad al-Maliki. Seminggu sebelum Ramadhan 1425 H, Habib Hamid menerima telepon dari Sayyid Muhammad al-Maliki di Mekah dan memintanya supaya datang ke Mekah untuk umrah dan menemuinya. Habib Hamid memenuhi undangan tersebut dan bersama istrinya segera mempersiapkan segala keperluan untuk keberangkatannya. Tiket dan visa sudah diurus oleh biro perjalanan yang ditunjuk Abuya (panggilan hormat untuk Sayyid Muhammad al-Maliki).
“Saya hanya mengurus paspor. Seluruh biaya juga ditanggung Abuya”, kata Habib Hamid.
Hari kedua Ramadhan, Sayyid Muhamad al-Maliki kembali meneleponnya. Beliau meminta Habib Hamid untuk segera terbang ke Mekah. “Kamu harus cepat menyelesaikan urusanmu, segeralah terbang ke Mekah”, pinta Sayyid Muhammad al-Maliki terkesan agak cemas.
Hari keempat Ramadhan, kembali beliau menelepon untuk memastikan Habib Hamid dan istrinya jadi berangkat. “Ketika itu Abuya bilang agar saya langsung saja terbang ke Madinah untuk berziarah ke Makam Rasulullah Saw. dan shalat di Masjid Nabawi. Sekali lagi, saat itu, beliau meminta agar secepatnya sampai di Mekah.”
Tepat pada 5 Ramadhan 1425 H, Habib Hamid dan istri terbang menuju Madinah. Di bandar udara, dijemput oleh salah seorang murid Sayyid Muhammad al-Maliki dan membawanya ke hotel yang telah disediakan. Dua hari di Madinah, kemudian terbang ke Mekah. “Saya sampai di Mekah pada tanggal 8 Ramadhan dan langsung istirahat di hotel yang disediakan Abuya. Sorenya baru dijemput oleh Habib Isa bin Abdul Qadir, salah satu murid beliau untuk menemui orang yang paling saya kagumi, Sayyid Muhammad al-Maliki al-Hasani. Sungguh tegang dan jantung berdetak lebih keras dari biasanya.”
Sore itu, seusai sholat Asar, Abuya menerima Habib Hamid di ruang kerjanya. “Beliau memelukku, mengucap selamat datang dan bertanya kabar teman dan muridnya di Indonesia, seperti Habib Abdurrahman Assegaf (Bukit Duri), Habib Abdullah al-Kaf (Tegal), KH. Abdullah Faqih (Langitan) dan ulama lainnya. Saya jawab semua baik-baik saja. Setelah itu saya kembali ke hotel. Beliau pesan, agar nanti berbuka puasa bersama dengannya”, kenang Habib Hamid.
Ketika saat berbuka puasa hampir tiba, utusan Sayyid Muhammad al-Maliki menjemput Habib Hamid. “Hamid, apa yang kau bawa dari Indonesia?” Tanya Abuya tiba-tiba, saat Habib Hamid masuk ke ruang kerjanya.
“Saya membawa dodol durian kesukaan Abuya.” jawab Habib Hamid.
Wajah Sayyid Muhammad al-Maliki tampak gembira sekali. Beliau langsung membagikan oleh-oleh itu kepada teman-teman dan muridnya yang ada di situ. Beliau juga langsung mencicipinya saat buka puasa tiba.
“Ada titipan lagi buat saya?” tanya Abuya lagi.
“Ya, saya membawa buah mangga dan kelengkeng”
Dahi Abuya berkerut. “Kelengkeng? Buah apa itu?” tanya beliau.
Habib Hamid menjelaskan buah kelengkeng dan meminta beliau mencobanya. “Abuya tampak suka sekali buah itu, dan memakannya sampai menjelang shalat Isya.” Tutur Habib Hamid.
Malam itu, tepat malam tanggal 9 Ramadhan 1425 H, Habib Hamid berkesempatan shalat Isya dan Tarawih berjamaah bersama Sayyid Muhammad al-Maliki. Saat itu ikut berjamaah beberapa ulama dari Turki, Mesir dan beberapa negara lain. Tiba-tiba Sayyid Muhamad al-Maliki memanggil Habib Hamid.
“Hamid bin Zaid, kamu jadi imam Tarawih!” kata Sayyid Muhammad al-Maliki. Habib Hamid tidak merasa namanya yang dipanggil, sebab ia merasa tidak mungkin ditunjuk menjadi imam. Sementara di situ banyak ulama besar yang pasti lebih layak menjadi imam shalat Tarawih.
Sekali lagi Sayyid Muhammad al-Maliki memanggil Habib Hamid. “Hamid bin Zaid, kamu yang akan menjadi imam.”
“Sulit dipercaya, saya yang masih muda ini ditunjuk menjadi imam. Sementara di belakang saya ada Abuya dan ulama-ulama besar yang disegani. Sungguh, saya gemetar. Membaca surah al-Fatihah yang biasanya lancar di luar kepala pun, menjadi terasa sangat sulit. Alhamdulillah, saya mampu melewati ujian berat itu dengan baik, meskipun harus gemetaran.” Habib Hamid melanjutkan ceritanya.
Selesai shalat Tarawih, Sayyid Muhammad al-Maliki membaca shalawat dan qasidah. “Menurut murid-muridnya, setiap Ramadhan, seusai shalat, beliau selalu membaca Qasidah Sayyidah Khadijah al-Kubra. Beliau juga sering berziarah ke makam istri pertama Nabi Saw. bersama keluarganya. Sebelum meninggalkan masjid, beliau memanggil dan menyuruh saya umrah malam itu juga.”
“Sebelum saya berangkat umrah, Abuya sempat menanyakan keadaan Indonesia. Beliau ingin berkunjung ke Indonesia, bertemu dengan para ulama dan murid-muridnya. Tapi wakyunya belum tepat, beliau bilang, kesibukan menulis buku dan pertemuan dengan para ulama Mekah, sangat menyita waktunya.”
Pada 10 Ramadhan, kembali Abuya memanggil Habib Hamid untuk shalat Tarawih bersama dan untuk kedua kalinya menyuruhnya umrah. “Ajaklah istrimu untuk umrah dan kembalilah untuk shalat Shubuh berjamaah, pesan Abuya sebelum saya berangkat umrah. Saya pun berpamitan sambil meminta izin untuk pergi ke Jeddah, sekadar silaturrahim ke saudara-saudara istri saya. Abuya hanya memberi izin dengan isyarat tangan dan wajah menunduk. Saya merasa, beliau tidak ingin mengizinkan saya pergi, tapi juga tidak ingin mencegah. Saya akhirnya memutuskan untuk tidak pergi ke Jeddah.”
Pagi hari tanggal 11 Ramadhan, Habib Hamid shalat Shubuh bersama bersama Sayyid Muhamad al-Maliki. Beliau terkejut saat saya berada di sampingnya. “Kamu tidak jadi pergi ke Jeddah?” tanyanya.
“Tidak Abuya”, sahut Habib Hamid.
“Bagus!” jawab Abuya sambil memeluknya.
Malamnya, seperti hari sebelumnya, Habib Hamid berjamaah shalat Tarawih yang diakhiri dengan membaca qasidah Sayyidah Khadijah al-Kubra. Malam itu juga, Habib Hamid mendapat perintah Sayyid Muhammad al-Maliki untuk umrah yang ketiga kalinya.
“Pada 12 Ramadhan, selesai shalat Isya, Abuya menyuruhku untuk umrah yang keempat kalinya. Katanya, itu adalah umrah terakhir atas perintahnya. Perasaan saya memang tak enak saat beliau mengatakan itu. Ah, mungkin beliau punya rencana lain untuk saya besok.”
Rabu 13 Ramadhan, untuk kedua kalinya, Habib Hamid ditunjuk menjadi imam Tarawih oleh Sayyid Muhammad al-Maliki. Saat itu jamaahnya sekitar 200 orang, sebagian besar adalah tamu-tamu Abuya. “Malam itu, beliau merasa letih dan kakinya kesemutan.”
Di luar kebiasaan pula, kali ini, Abuya tidak membaca sholawat dan qasidah. Beliau meminta murid-muridnya, Bilal, Burhan, Aqil al-Aththas dan satu murid asal Kenya, membacakan secara bergantian. Sayyid Muhammad al-Maliki kelihatan sangat lelah. Maklum terkadang selama hampir 24 jam terjaga. Tamunya tak pernah berhenti mengalir, dan di sela waktu luangnya, masih tekun menulis dan membaca buku. Perpustakaan di rumah tinggalnya sampai membutuhkan tiga lantai. Kamarnya juga penuh dengan buku. Selain itu, beliau juga suka berkebun, tanahnya luas. “Abuya juga punya kebun buah yang cukup luas.” Kata Habib Hamid.
Akhirnya, Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki masuk rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan. Menurut dokter, kondisinya cukup baik, hanya perlu istirahat di rumah sakit. Pada kamis 14 Ramadhan, istri dan keluarga beliau menjenguk. “Apa kabar Hamid bin Zaid, kamu betah di sini?” tanya Abuya ambil memandangku. Seperti biasanya, wajahnya kelihatan gembira, tidak seperti orang yang sedang sakit.
“Kami tidak lama di rumah sakit, karena istri dan anak-anak Abuya akan berziarah ke Ma’la, ke makam Sayyidah Khodijah al-Kubra. Ziarah kali ini aneh. Biasanya istri Abuya tidak pernah turun dari mobil. Beliau membaca sholawat dan qasidah dari dalam mobil. Eh, hari itu beliau dan semua anggota keluarga bersama-sama membaca al-Fatihah di makam istri pertama Rasulullah Saw.” ungkap Habib Hamid.
Malamnya, murid dan kerabat beliau berkumpul di rumah akit. Wajah beliau tidak berubah, tetap gembira, seperti tidak sedang sakit. “Sekitar jam 20.00. dokter datang, dan mengatakan Abuya sudah sembuh. Kami semua memekik, Allahu Akbar!”
Saat Bulan Purnama Tersaput Awan
Di luar rumah sakit sesaat kemudian, Sayyid Muhammad al-Maliki meminta izin kepada dokter untuk menengok keluarga dan murid-muridnya. Tepat jam 00.00, beliau keluar dari rumah sakit. Sebelum masuk ke mobil, Abuya menghadap ke langit selama dua menit. Bilal, salah satu muridnya bertanya: “Ada apa, Abuya?”
Abuya al-Maliki menjawab: “Tidak ada apa-apa.”
Saat itu, seharusnya bulan sedang purnama sangat indah, namun malam itu justru tertutup awan. “Sebelumnya dalam beberapa hari terakhir, beliau selalu meminta agar murid-muridnya melihat bulan, dan bertanya apakah bulan sudah kelihatan?”
Dari rumah sakit, beliau tidak langsung ke rumah, tapi ke pondok pesantren, untuk menemui murid-murinya. Saat itu jam 03.00. “Saya sendiri yang membukakan pintu gerbang. Setelah itu, datang Sayyid Abbas, adiknya, bersama keluarga yang lain. Kami bersama-sama membaca qasidah, lalu terlibat dalam obrolan yang sesekali diselingi dengan tertawa lebar”, cerita Habib Hamid sambil mengenang peristiwa penting itu.
Pertemuan malam itu, katanya, diakhiri dengan sahur bersama. Sebelumnya, Abuya sempat bertemu kakaknya dan bikin perjanjian untuk berbuka puasa hanya dengan tiga buah kurma dan air zamzam. “Pas jam 04.00, beliau meminta semuanya istirahat dan bersiap shalat Shubuh. Beliau sendiri masuk ke kamar kerjanya.”
Di kamar itu, beliau ditemani Bilal dan Burhan. Tapi Bilal diminta keluar kamar. Saat itulah, Sayyid Muhammad al-Maliki tiba-tiba bertanya kepada Burhan. “Hai, Burhan. Aku sebaiknya istirahat di kursi atau di bumi (maksudnya karpet)?”
“Terserah Abuya.” Sahut Burhan bingung, karena tidak tahu harus menjawab Abuya. Bagaimana mungkin seorang murid memutuskan sesuatu untuk gurunya?
“Saya akan istirahat di bumi saja.” Kata Sayyid Muhammad al-Maliki.
Beliau kemudian duduk menghadap kiblat dan bersandar. Sesaat, sempat mengambil buku dari tangan Burhan. Tapi kemudian, diletakkan di meja, lalu beliau menengadah menyebut, “Lailaaha illallah….”
“Innalillahi wainna ilaihi raji’un...” hanya itu yang terucap dari mulut Burhan. Hari tepat tanggal 15 Ramadhan 1425 H atau 29 Oktober 2004, saat pagi mulai membuka kehidupan, Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani wafat. Jenazah almarhum langsung dibawa ke rumah sakit. Dokter menyuruh semua keluarga dan murid-murid beliau untuk pulang ke Pondok Pesantren.
Tepat seusai shalat Shubuh, ambulan rumah sakit yang membawa jenazah Abuya, tiba di kediaman beliau. “Saya pingsan. Ya, sepertinya, pertemuan saya dengan beliau hanya untuk mengantarkan jenazahnya ke Ma’la, tempat beliau dimakamkan, dekat dengan makam Sayyidah Khadijah al-Kubra, yang qasidahnya dibaca setiap kali selesai shalat Tarawih.”
c.       Berkah Doa Al-Fatihah
Mari kita hadiahkan al-Fatihah untuk Guru kita al-‘Allamah al-Muhaddits Prof. Dr. as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani. Beliau wafatnya pada hari Jum’at, malam 15 Ramadhan di waktu sahur, wafat di saat beliau beristighfar di waktu Sahur, pada malamnya beliau tidak mengajar kitab-kitab namun banyak menceritakan perihal surga dan menyatakan hasratnya untuk bertemu dengan ayahnya, Sayyid Alawi al-Maliki.
Beliau wafat hari Jumat 15 Ramadhan 1425 H bertepatan dengan tanggal 29 Oktober 2004 M dan dimakamkan di pemakaman al-Ma’la di samping makam istri Rasulallah Saw. Khadijah binti Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al- Hasan dan al-Husein dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut satu persatu di sini.
Ilaa hadhrotinnabiyil musthofa rosulullah shollallohu ‘alaihi wasallam, wa ila ruuhi sayyid muhammad bin alawi al-maliki qoddasallahu sirrohu wanawwaro dloriihahu, al-Fatihah...
Dari berbagai sumber.
Sya’roni As-Samfuriy, Cibitung Bekasi 15 Ramadhan 1434 H


SYAIKHONA (شيخنا)

مع السلامة
مع السلامة فى امان شيخنا # الله ربى ارحم مربي روحنا يا ربنا
عين المحب بالدموع حازنا # روعا على افتراق ما قد اوصانا يا شيخنا
رواضنا باسوة محاسنا # شرفه الله فى جوار نبينا يا شيخنا
ونتبع عزمك وكنت متقنا # ارح ونوما كالعروس امنا يا شيخنا
فاعف اذا لم ترض من اعمالنا # دوما دعاءا ربنا اغفر شيخنايا ربنا

Selamat jalan wahai guruku. Selamat menikmati kehidupan baru dalam taman surga. Air mata penuh cinta mengiringi senyumanmu menghadap Tuhanmu. Engkau rawat kami dengan teladan yg indah. Mohon maaf jika kami tdk tumbuh seindah yg engkau bayangkan….Canda tawamu akan selalu terkenang. Istirahatlah senyaman pengantin… Semoga Allah selalu menyayangimu.

Minggu, 12 Januari 2014

Kitab-Kitab Maulid Muhammad Saw

KITAB-KITAB MAULID MUHAMMAD SAW
(KARYA MONUMENTAL PARA ULAMA)
Oleh : Sayyid Muhsin bin Ali Hamid Ba’alawi*
“Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.” 
(QS. Muhammad : 2)

Dalam kehidupan masyarakat Islam, diantaranya di Indonesia, sering diadakan suatu majelis khusus yang di dalamnya diisi dengan pembacaan suatu kitab. Membaca kembali perjalanan hidup Rasulullah Saw terutama di bulan Rabiul Awwal, bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw sampai bulan Rabiutssani.

Diantara kitab masyhur antara lan kitab-kitab yang ditulis oleh Sayyid Ja’far Al-Barzanji, Syeikh Muhammad Al ‘Azab, Al-Imam Abdurrahman Ad-Diba’I, Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dan lain-lain. Menceritakan sejarah hidup beliau Saw dari detik-detik kelahiran sampai wafatnya.

Masyarakat kita biasa menyebut karya-karya tersebut sebagai kitab Maulid. Hingga kini, berbagai kitab Maulid tersebar luas di berbagai pelosok dunia Islam, tak tekecuali di negeri kita. Di tiap daerah ada kitab maulid yang lebih dikenal atau lebih banyak dibaca dibandingkan yang lainnya. Karena selalu digunakan, kitab-kitab itu pun harus terus dicetak ulang dan tetap diminati orang. Baik berupa cetakan satu kitab terdiri dari satu kisah maulid, maupun kumpulan beberapa kitab Maulid (majmu’)

Kitab-kitab tersebut dibaca oleh umat Islam dalam berbagai majelis Maulid, terutama pada bulan-bulan kelahiran Nabi Saw. Sungguh kitab-kitab itu ditulis dengan keikhlasan oleh penulisnya. Semata-mata untuk mengabadikan sejarah kehidupan Rasulullah Saw sampai kehidupn berikutnya. Agar beliau terus dikenang, dicintai, dan diteladani oleh umatnya. Karenanya karya tulis mulia itu diterima dan diberkahi oleh Allah Swt. Salah satu tanda bahwa suatu amalan diterima oleh Allah Swt adalah kekal di hati masyarakat.

Bagitu juga dengan kitab Maulid sperti Al-Barzanji, Ad-Diba’i, Al’Azab, Simthud Dhurordsb., terus mendapat sambutan umat Islam dari masa ke masa. Bukan saja di kawasan nusantara ini, bahkan hampir di seluruh dunia. Tradisi membaca kitab maulid tidak hanya berlaku di peringatan maulid Nabi Muhammad Saw saja, melainkan juga pada bulan-bulan dan dalam berbagai kesempatan.

Imam Ahmad dalam Musnad-nya, menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud (Yang diterima melalui perawi-perawi yang terpercaya), “Apa-apa yang dianggap haq (benar) oleh sebagian besar umat Islam, itulah yang diridlai Allah, dan apa-apa yang dianggap bathil (salah) oleh sebagian besar umat Islam, ia bathil (salah) di sisi Allah.”

Ulama Penyusun Kitab Maulid

Tak terhitung banyaknya ulama yang menulis kitab-kitab yang berkenanan dengan maulid Ditulis dalam berbagai bentuk penulisan baik prosa maupun puisi. Ada yang singkat, sedang, dan ada pula yang panjang lebar. Menurut As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki dalam kitabnya Hawl al-ihtifal bi Dzikra al-maulid an-Nabwiy as-Syarif, karena banyaknya ulama yang menulis kitab maulid, sulit untuk memerincinya. Tentunya tidak bisa dikatakan ulama yang satu lebih utama/mulia daripada yang lainnya. Meskipun demikian, kata beliau selanjutnya, sebagian kitab itu memang lebih utama dibandingkan yang lainnya.

Berikut ini akan disebutkan sebagian saja dari mereka, terutama dari para huffadz al-hadits (para penghafal hadits) dan imam-imam terkemuka. Meskipun hanya sebagian kecil dari seluruh ulama yang telah menulis tentang tema ini, sesunggunya itu cukup menjadi petunjuk bagi akal pikiran umat Islam akan keutamaan dan kemuliaan Maulid Nabi Saw.

Berikut nama-nama yang disebutkan oleh As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki :
  1. Al-Imam Al–Muhaddits Al-Hafidz Abdurrahman bin Ali, yang lebih terkenal dengan sebutan Abu-Al Faraj Ibnu Al-Jauzi (w.597 H), dengan kitab Maulidnya yang masyhur, dinamakan Al-‘Arus. Kitab ini dicetak di Mesir berulang kali.
  2. Al-Imam Al-Muhaddits Al-Musnid Al-Hafidz Abu Al-Khatab Umar bin Ali bin Muhammad, yang terkenal dengan sebutan Ibnu Dahyah Al-Kalibi (w. 633 H). Beliau mengarang suatu kitab maulid yang tahqiq (editing) yang amat berfaedah yang dinamakan At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir an-Nadzir.
  3. Al-Imam Syeikh Al-Qura’ wa Imam Al-Qira’at Al-Hafidz Al-Muhaddits Al-Musnid Al-Jami’ Abul Khair Syamsudin Muhammad bin Abdullah Al-Juzuri As-syafi’I (w.660 H.) Kitab maulidnya dalam bentuk manuskrip berjudul Urf At-Ta’rif bi Al-Maulis Asy-Syarif.
  4. Al-Imam Al-Kabir wa Al-‘Alim Asy-Syahir Hafidz Al-Islam wa ‘Umdah Al-Anam wa Marja’ Al-Muhadditsin Al-‘Alam Al-Hafidz Abdul Rahim bin Husain bin Abdul Rahman Al-Mishri, yang terkenal dengan Al-Hanzh Al-'Iraqi (725-808 H). Maulidnya yang mulia dinamakan Al-Maurid Al-Hana dan telah disebutkan oleh banyak Hafidz sperti Ibnu Fahd dan As-Suyuthi.
  5. Al-Imam Al-Muhaddits Al-Hafidz Muhammad bin Abi Bakar bin Abdillah Al-Qisis Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’I, yang terkenal dengan sebutan Al-Hafidz bin Nashiruddin Ad-Dimasyqi (777-842 H). Beliau adalah ulama yang terkenal membela Ibnu Taimiyah. Beliau telah menulis beberapa kitab maulid, diantaranya Jami’ Al-Atsar fi Maulid An-Nabiy Al-Mukhtar dalam 3 jilid, Al-Lafdz Ar-Raiq fi Maulid Khair Al-Khalaiq berbentuk ringkasan. Maurid Ash-Shadiy fi maulid Al-Hadi.
  6. Al-Imam Al-Muarrkih Al-Kabir wa Al-Hafidz Asy-Syahir Muhammad bin Abdul Rahman al-Qahiri, yang terkenal dengan sebutan Al-Hafidz As-Sakahwi (831-902 H) yang mengarang kitab Adh-Dhau Al-Lami’ dan ktab-kitab lain. Kitab maulid yang disusunnya adalah  Al-Fakhr Al-‘Alawi fi Al-Maulid An-Nabawiy. Beliau menyebutnya dalam kitab yang lain dengan Adh-Dhau Al-Lami’.
  7. Al-‘Allamah Al-Faqih As-Sayyid Ali Zainal Abidin As-Samhudi Al-Hasani, pakar sejarah dari Madninah Al-Munawwarah (w. 911 H). Kitab maulidnya yang ringkas dinamakan Al-Mawarid Al-Haniyah fi Maulid Kahir Al-Bariyyah. Kitab ini ditulis dengan khat nasakh (salah satu gaya tulisan Arab) yang cantik dan indah. Kitab ini bisa didapat di perpustakaan-perpustakaan Madinah, Mesir, dan Turki.
  8. Al-Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad Asy-Syaibani Al-Yamani Az-Zabidi Asy-Syafi’I, yang terkenal dengan sebutan Ibnu Diba’i. Beliau lahir pada bulan Muharram 866 H dan meninggal dunia pada hari Jumat 12 Rajab 944 H, adalah seorang Imam di zamannya dan termasuk ulama puncak nan masyhur di kalangan ahli hadits. Beliau telah membaca Shahih Bukhari lebih dari seratus kali, dan pernah membacanya sekali sampai khatam dalam waktu 6 hari. Subhanalllah..beliau telah menysuun maulid yang amat masyhur dan dibaca di seluruh dunia, yakni Maulid Ad-Diba’iy. Maulid ni juga telah diberi syarah oleh Al-Muhaddits As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki.
  9. Al-‘Allamah Al-Faqih Al-Hujjah Syihabuddin Ahmad bin Hajar Al-Haitami (w.9741 H). Beliau adalah mufti madzhab Syafi’i di Makkah Al-Mukarromah. Beliau telah mengarang kitab Maulid yang sederhana (71 pasal) dengan tulisan (khat) yang jelas, bisa didapat di Mesir dan Turki. Beliau memberinya judul Itman An-Ni’mah ‘Ala Al-‘Alam bi Maulid Sayyidi Waladi Adam. Selain itu beliau juga menulis satu kitab maulid yang ringkas yang telah diterbitkan di Mesir dengan nama An-Ni’mah Al-Kubra ‘Ala Al-‘Alam fi Maulid Sayyidi Waladi Adam. Syeikh Ibrahim Al-Bajuri telah mensyarahinya dan dinamakan Tuhfah Al-Basyar ‘Ala Maulid Ibnu Hajar.
  10. Al-’Allamah Al-Faqih As-Syaikh Muhammad bin Ahmad Asy-Syarbini Al-Khatib (w. 977 H.) Kitab maulidnya dalam bentuk manuskrip sebanyak 50 halaman dengan tulisan yang kecil tetapi tetap dapat dibaca.
  11. Al-‘Allamah Al-Muhaddits Al-Musnid Al-Faqih As-Syaikh Nuruddin Ali bin Sultan Al-Harawi yang terkenal dengan sebutan Al-Mula Ali Al-Qadri (w. 1014 H), yang mensyarah kitab Al-Misykat. Beliau telah mengarang kitab maulid dengan judul Al-Maulid Ar-Rawi fi Al-Maulid An-Nabawiy. Kitab ini juga telah ditahqiq dan diberi syarah oleh Al-Muhaddits As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki dan dicetak di Mathba’ah As-Sa’adah Mesir tahun 1400 H/1980 M.
  12. Al-‘Allamah Al-Muhaddits Al-Musnid As-sayyid Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim Al-Barzanji, mufti madzhab Syafi’I di Madinah Al-Munawwarah. Ada perbedaan mengenai tahun wafatnya, 1177 H atau 1184 H. Beliau merupakan penyusun maulid yang sangat masyhur, yakni Maulid Al-Barzanji. Sebagian ulama menyatakan judul sebenarnya adalah ‘Iqd Al-Jauhar fi Maulid an-Nabiy Al-Azhar. Ini merupakan maulid paling luas tersebar di negara-negara Arab dan negeri-negeri muslim lainnya, di timu dan barat. Bahkan dihafal dan dibaca oleh orang Arab ‘Ajam pada pertemuan-pertemuan mereka.
  13. Al-‘Allamah Abu  Barakat Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al-‘Adawi, yang terkenal dengan sebutan ad-Dardir (w. 1201 H.) Kitab maulidnya yang ringkas telah dicetak di Mesir dan terdapat syarah yang luas terhadapnya oleh Asy-Syaikh Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Baijuri atau Al-Bajuri (w. 1277 H).
  14. Al-‘Allamah Asy-Sayikh Abdul Hadi Naja Al-Abyari Al-Mishri (w. 1305 H) beliau mengarang kitab maulid yang ringkas, masih dalam bentuk manuskrip..
  15. Al-Imam Al-Arif billah Al-Muhaddits Al-Musnid As-Sayyid Asy-Syarif Muhammad bin Ja’far Al-Kattani Al-Hasani (w. 1345 H) Kitab maulidnya berjudul Al-Yumn wa Al-Is’ad bi Maulid Khair Al-‘Ibad dalam 60 halaman, telah diterbitkan di Maghribi pada tahun 1345 H.
  16. Al-‘Allamah Al-Muhaqqiq Asy-Sayikh Yusuf An-Nabhani (w.1350 H.) Kitab maulidnya dalam bentuk susunan bait dinamakan Jawahir An-Nazhm Al-Badi’ fi Maulid Asy-Syafi’i diterbitkan di Beirut.
Disamping nama-nama ulama di atas, seorang ulama besar yaitu Al-Imam Al-‘Allamah Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, juga menyusun sebuah kitab maulid yang berjudul Simthud Dhuror. Saat ini kitab maulid  ini sangat populer ditengahtengah masyarakat Islam di Indonesia pada umumnya. Di samping kitab maulid Al-Barzanji, yag memang jauh lebih dulu tersebar di pelosok Nusantara. Kitab Simthud Dhuror tediri dari 13 pasal. Setiap pasal menerangkan hikayat Nabi Muhammad Saw secara berurutan. Almarhum Habib Husein bin Anis al-Habsyi (cucu Al-Habib Ali yang berdomisili di Solo Jawa Tengah) menyebutkan bahwa kitab Simthud Dhuror ditulis oleh Habib Ali ketika usia beliau menginjak 68 tahun. Paragraf awal didiktekan pada hari Kamis 26 Safar 1327 H. dan Pada hari Kamis, 10 Rabiul Awwal, kitab ini telah disempurnakan semuanya. Kemudian pada tanggal 27 Sya’ban 1327 H, Habib Umar membawakan naskah Simthud Dhuror untuk dibacakan di hadapan makam kakek beliau yakni baginda Nabi Muhammad Saw di Madinah.

Kita patut bersyukur karena kita masih diberi kekuatan untuk memperingati dan merayakan Maulid Rasulullah Saw, terlebih jika kita diberi anugerah untuk bisa menikmati rasa cinta kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Namun, sungguh indah dan baik apabila hal itu mampu kita landasi semangat untuk menapaki jejak beliau, “Katakanlah (Hai Muhamad): Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali-Imran:31).

Dengan merenungi sejarah perjalanan hidup dan akhlak mulia beliau, maka akan menambah kecintaan kita, sehingga dari sinilah timbul kesadaran untuk mau memuliakan beliau dan menghidupkan sunnah-sunnah beliau.

Memang kadang kala, sekali waktu kita sebagai seorang muslim tidak mengenal nabinya. Seumpama kita mengenal betul beliau siapa Rasulullah Saw dan menyadari siapa diri kita jika tanpa Rasulullah Saw. Tetapi mari kita yakini, maka pasti kita semua akan sangat cinta dan memuliakan beliau Saw dengan segala daya upaya.

Semoga gema sholawat Nabi bisa terus kita kumandangkan. Di tiap majelis, musholla, langgar-langgar, masjid dan berbagai tempat mubarok. Dari semua usia dan umur, serta berbagai profesi bersama-sama menggemakan sholawat di bumi Indonesia. Apapun kitab maulid yang dibaca, semoga senantiasa menumbuhkan rasa cinta kita kepada Nabi Muhammad Saw dengan harapan semakin menampakkan kita sebagai pribadi muslim yang penuh cinta kepada sesama, orang tua, kerabat, tetangga, agama, nusa, dan bangsa. Amin. Wallahu a’lam

*Penulis adalah murid Al-Ustadz Al-Habib Sholeh bin Ahmad Al-Aydrus Malang. Penulis buku “Kelahiran Muhammad Saw Sang Nabi Kekasih Allah” (Kado Ilahi yang Dinanti).
Buletin Al Huda edisi 3 tahun lalu 

ahadan.blogspot.com