Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (H.R Muslim) -Riyadhus Shalihin Kitabul Ilmi Al Imam An Nawawi-

Recent Posts

Senin, 24 Juni 2013

Benarkah Jodoh di Tangan Tuhan?

(Memahami Takdir  Jodoh)
Ada ungkapan atau istilah yang populer di masyarakat tentang jodoh, yaitu “jodoh di tangan Tuhan”. Istilah tersebut seolah menggambarkan bahwa baik-buruknya perjodohan atau pernikahan sudah dalam ketentuan Tuhan. Menurut mereka, di mata Tuhan sah-sah saja pernikahan yang dilakukan manusia sekalipun beda agama, karena bukankah begitulah ketentuan-Nya?

Sepertinya anggapan tentang “jodoh di tangan Tuhan” tidak lepas dari ajaran Kristen, terutama Katolik. Bagi mereka, jodoh adalah aktivitas Tuhan dalam mempersatukan dua jiwa manusia. Oleh karena itu, tidak boleh ada kekuatan selain kekuatan-Nya untuk memisahkan keduanya. Pendirian Katolik ini berdasarkan Injil Markus yang mengatakan: “Sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu. Karena itu, apa yang sudah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Markus, 10:8-9)

Kalau kita melihat di dalam ajaran Islam, maka tidak ditemukan nash-nash qoth’i apaka itu ayat-ayat Al Quran maupun hadits-hadits shahih, baik secara lafdhiy maupun ma’nawy yang membicarakan tentang jodoh (zauj) itu di tangan Tuhan. Memang ada satu ayat dari surat Ar-Ruum yaitu ayat yang ke-21 dimana Allah berfirman :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا...

“dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram padanya....”

Dalam pemahamam bahasa Arab, kalimat kholaqo di dalam Al Quran biasanya digunakan pada persoalan sunnatullah (hukum alam) seperti Q.S. 1:64, Q.S. 21:33, Q.S. 36:36, dan sebagainya. Demikian juga dengan ja’ala; lihat Q.S. 25:62, Q.S. 10:5 dan sebagainya.

Pada ayat-ayat di atas Allah Swt. Menggunakan kalimat yang sama, yaitu kholaqo dan ja’ala ketika menerangkan hukum alam mengenai malam, seperti Q.S. 21:33 dan Q.S. 25:62. Maka dari sini tidak bisa diambil kesimpulan bahwa kalimat kholaqo itu pasti dari Allah sedang ja’ala masih memasukkan unsur kemauan manusia. Demikian pula terhadap Q.S. Ar-Ruum di atas tidak bisa diambil kesimpulan bahwa jodoh di tangan Tuhan (qodlo), karena berasal dari proses kholaqo Allah. Karena ternyata dalam hal yang sama, yaitu perjodohan, Allah menggunaan kalimat ja’ala yaitu dalam Q.S. An-Nahl: 72

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا..........

 “Dan Allah telah menjadikan bagi kalian isteri-isteri dari jenis kalian......”

Dari sini bisa kita simpulkan sebagai berikut:

Qodlo adalah ketentuan Allah yang manusia tidak bisa menolaknya, karena manusia berada pada wilayah yang dikusasai dan tidak ada pilihan lain baginya. Lihat ‘Aqidatul muslim karya Kholid Abdurrahman. Dari sini maka qodlo tidak ada kaitannya pahala dan siksa dari Allah. Oleh karena itu, jodoh bukan qodlo. Artinya, jodoh tidak masuk wilayah yang manusia tidak kuasa untuk menolaknya (tidak ada pilihan). Hal ini berdasarkan alasan antara lain:

Jodoh adalah sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana riwayat di bawah ini: “Kalianlah yang telah mengucapkan begini dan begini, ketahuilah demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut diantara kamu kepada Allah dan paling takwa kepadanya. Tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku sholat, aku tidur dan aku kawin dengan wanita. Maka barang siapa yang membenci sunahku bukanlah ia dari golonganku.” (H.R. Al Bukhari dan Muslim)
Dari hadits ini bisa dipahami bahwa jodoh itu sunnah jika dilakukan akan mendapatkan pahala. Berarti jodoh atau nikah bukankah qodlo, karena manusia memiliki kehendak untuk melakukan sunnah tersebut.

Jodoh (nikah) dengan cerai (tholaq) seprti dua permukaan dalam satu keping uang, yang keduanya bersifat menyatu dalam pembahasan. Artinya, kalau dikatakan jodoh itu adalah qodlo tentu perceraian itu qodlo juga. Padahal Allah sangat membenci perceraian meskipun itu halal, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. : “Yang paling dibenci dari kehalalan di sisi Allah adalah tholaq.” (H.R. Abu Daud). Lihat Fiqh Sunnah Dr. Sayyid Sabiq. Tentu suatu hal yang tidak lazim kalau Allah membenci qodlo-Nya sendiri.

Qodlo tidak masuk dalam kajian fiqh, namun masuk kajian Aqidah. Oleh karena itu, tidak ada di fiqh mengenai bab ajal telah sampai, rezeki dari Allah dan sebagainya. Berbeda dengan jodoh, yang di fiqh dibahas panjang dan lebar, bahkan ada pasal tersendiri yang membahas tentang bagaimana memilih jodoh yang baik. Itu semua menunjukkan bahwa jodoh atau nikah bukanlah masuk wilayah qodlo.

Jodoh tidak termasuk qodlo karena banyak hadits yang berbicara tentang wanita yang menawarkan dirinya pada laki-laki, seperti yang diceritakan oleh Tsabit al-Bunani. Ia berkata: “Aku berada di sisi Anas dan di sebelahnya ada anak perempuannya. Anas berkata, ‘Seorang wanita datang kepada Rasulullah Shalllahu ‘Alihi wa Sallam, menawarkan dirinya seraya berkata. “Wahai Rasulullah , apakah engkau berhasrat kepadaku?” (dan di dalam satu riwayat­­­ wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku datang hendak memberikan diriku kepadamu”). Maka putri Anas berkata, ‘Betapa sedikitnya perasaan malunya idih..idih...’ Anas berkata, ‘Dia lebih baik daripada engkau, dia menginginkan Nabi lalu menawarkan dirinya kepada beliau.” (H.R. al-Bukhari)

Dalam hadits ini diceritakan tentang penawaran seorang wanita untuk dinikahi. Kalau seandainya itu adalah qodlo, maka tentunya tidak ada penawaran-penawaran seperti itu.

‘Iddah adalah masa penungguan bagi wanita untuk menikah lagi setelah ditinggal matai/cerai dari suaminya. Kalau jodoh itu qodlo adalah ketentuan Allah yang tidak terkait dengan ruang dan waktu.

Surat Ar-Ruum dan An-Nahl di atas yang menggunakan kalimat kholaqo dan ja’ala bukanlah menunjukkan qodlo-nya jodoh, karena kholaqo dan ja’ala di sini  adalah menciptakan/menjadikan istri-istri dari (pasangan) hidup dari jenis manusia, di mana hal itu sudah menjadi hukum alam. Artinya, seorang laki-laki berjodoh dengan hanya perempuan dari kalangan manusia. Adalah suatu hal yang melanggar hukum alam jika seorang laki-laki berjodoh dengan perempuan dari bangsa jin/hewan atau sesama jenis. Inilah yang dimaksud dengan kalimat Allah “...Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri...” Q.S. Ar-Ruum: 21 dan “...dia menjadikan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri...” Q.S. AN-Nahl: 72.

Berbeda dengan rezeki dan ajal yang memang qodlo Allah, telah didukung dengan dalil-dalil ayat dan hadits yang mutawattir dan qoth’i. Sedangkan untuk persoalan jodoh tidak ditemukan hadits yang shahih yang menunjuk bahwa ia adalah qodlo Allah.

Rezeki seseorang sudah ditentukan oleh Allah. Manusia tidak tahu berapa rezekinya. Berbeda dengan jodoh, manusia sudah tahu jodohny sebelum pilihan jatuh padanya.

Jika dikatakan bahwa jodoh itu qodlo berdasar kenyataan bahwa banyak orang yang telah memepersiapkan perjodohannya dengan baik namun akhirnya batal juga, maka penulis menjawab sebagai berikut:

Apakah kegagalan dalam jodoh itu lebih banyak dibanding keberhasilannya? Artinya, orang yang menyatakan seperti itu hanya melihat satu sisi saja, yaitu kegagalannya, dan bukan keberhasilannya. Apakah orang yang berhasil dalam perjodohannya bisa dijadikan dalil bahwa jodoh itu bukan qodlo atau usaha yang maksmial dari manusia?

Kegagalan dalam jodoh sebenarnya sama juga dengan kegagalan dalam melaksanakan ibadah seperti sholat misalnya. Apakah lantas kita mengatakan pada orang-orang yang gagal melaksanakan sholat adalah qodlo? Tentunya tidak begitu! Sebab kegagalan seseorang melaksanakan sholat adalah perosalan lain, misalnya karena kecelakaan, sehingga tidak bisa sholat (hendak pergi ke masjid kemudian tertabrak mobil). Kecelakaan itu sendiri adlah qodlo. Karena kecelakaan itu adalah sesuatu yang diluar kemampuan dan kehendak manusia. Demikian pula dengan jodoh, maka kegagakan berjodoh dengan seseorang bisa dilihat sebagai berikut: jika kegagalan itu karena musibah seperti kematian, kecelakaan, atau bencana, maka kegegalan itu qodlo. Kemudian jika kegagaln itu, sperti tidak dikehendaki orang tua, atau calonnya berubah pikiran karena suatu hal, maka dalam kasus ini tidak bisa disebut qodlo.

Walhasil, dari argumen-argumen di atas, maka jodoh tidak termasuk qodlo. Meskipun demikian, sebaiknya seseorang ketika memilih jodohnya harus meminta pertimbangan pada orang-orang dekatnya: bagaimana syahsyiah atau pertimbangan ilahi melalui istikhoroh, sehingga diharapkan jodohnya adalah pilihan yang terbaik untuk dunia dan agamanya suapay manusia dalam memilih jodohnya tetap terikat dengan ketentuan syarat dan ridho-Nya. Oleh karena itu, maka haruskembali kepada Al Quran dan As-Sunnah seraya terus memohon petunjuk Allah Swt dengan selalu berdoa kepada-Nya.

Wallahu a’lam

KH. Junadi Sahal
(Pengasuh PP Dar Al Kayyis Surabaya)

1 komentar:

Posting Komentar